background img

The New Stuff

Jadwal Baru Siaran Radio Streaming MUDI Mesra Samalanga

SAMALANGA - Dengan semakin berkembangnya media online saat ini yang menjadi sarana jitu dalam mendistribusikan berbagai informasi kepada masyarakat luas maka Dayah MUDI Mesjid Raya juga turut berpartisipasi dalam memanfaatkan media tersebut untuk melayani permintaan akan mutiara ilmu agama oleh berbagai lapisan masyarakat dengan mengaktifkan radio streaming.

Radio Streaming MUDI Mesra yang menjadi sayap dakwah LPDM merupakan ‘jembatan gantung’ dalam menstransfer ilmu agama dari Dayah MUDI Mesjid Raya ke seantero negeri. Semakin meningkatnya para pendengar Radio Streaming MUDI Mesra yang khususnya adalah masyarakat Aceh baik yang bedomisili di dalam maupun luar propinsi seperti Medan, Batam dan yang berdomisili di luar negeri seperti Malaysia, Mesir (mahasiswa Al-Azhar) dan lainnya maka Biro Penerangan LPDM (Lajnah Pengembangan Dakwah Mudi Mesra) untuk sementara telah mengatur Jadwal Penyiaran pengajian di Radio Streaming MUDI Mesra. 

Jadwal siaran pengajian yang disiarkan dari Kantor Pusat Kajian Lajnah Bahtsul Masail (LBM) MUDI Mesra adalah sebagai berikut. 19:00 WIB Pengajian Kitab Fatawa Hadisiyah (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Basri. 21:25 WIB Pengajian Kitab Ghayah Wusul (Karangan Syaikhul Islam Abi Zakariya Al-Anshari ) diasuh oleh Waled Tarmizi Al-Yusufi (Guru Senior MUDI Mesra) 23:35 WIB Pengajian Kitab Tuhfatul Muhtaj (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Ihya Ulumuddin (Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Bashry. 02:00 WIB Pengajian Kitab Mantiq Sabban Malawi dan Syamsiah (Karangan Imam Qazwaini) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Sawi (Ilmu Bayan) dan Mustasfa (Ilmu Usul Fiqh Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Waled Tarmizi Al-Yusufi. 

Untuk siang hari nya akan disiarkan ulang siaran di atas (sesuai permintaan sebagian pendengar). 16:15 WIB Siarang ulang Pengajian Kitab Tuhfatul Muhtaj (Karangan Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitami) setelahnya dilanjutkan Pengajian Kitab Ihya Ulumuddin (Karangan Imam Al-Ghazali) diasuh oleh Abu Syaikh Hasanoel Bashry. 

Siaran Pengajian ini masih dalam bentuk Bahasa Daerah (Aceh), namun mengingat permintaan sebagian santri di Jawa Timur (Sidogiri) untuk disiarkan pengajian dalam Bahasa Indonesia dalam segmen khusus agar lebih mudah dipahami maka LPDM telah merekomendasikan untuk menyiarkan pengajian ber-Bahasa Indonesia khusus untuk masyarakat Nusantara. (LPDM). (mudimesra.com)

Pondok Pesantren KAWALI Al-Aziziyah Jambi

JAMBI - Keberangkatan kami ke Jambi dalam rangka mendampingi kontingen Aceh dalam acara MTQKN ke V di Kota Jambi yang tidak bersamaan dengan rombongan kontingen Aceh membawa berkah tersendiri bagi kami. Karena setelah acara selesai kepulangan kami tidak terikat dengan rombongan, hal ini kami manfaatkan untuk mengunjungi beberapa pondok pesantren di kabupaten-kabupaten Jambi yang lain. Salah satu pondok pesantren yang kami kunjungi adalah Pondok Pesantren Kawakibul Waliyah Al-Aziziyah yang merupakan salah satu cabang dari LPI MUDI Mesjid Raya di Propinsi Jambi yang dipimpin oleh Tgk. Idham Khalid. 

Pondok KAWALI ini masih sangat sederhana, hanya memiliki tiga asrama dengan hanya tiga balai dengan usia yang baru setahun karena pondok ini dibuka pada bulan september tahun 2013. Bahkan rumah yang didiami oleh Tgk. Idham Khalid adalah salah satu bangunan kayu yang sebagiannya merupakan asrama santri. 

Saat ini Pondok KAWALI baru memiliki santri 23 dengan 3 tenaga pengajar dan sedang menyelesaikan pembangunan asrama baru yang akan menampung santri baru yang telah menyatakan akan menetap di pondok ini setelah Idhul Adha mendatang. Para santri di Pondok Pesantren ini semuanya adalah santri tetap yang belajar aktif dengan jam belajar yang diadopsi dari jam belajar di Dayah MUDI Mesra. Karena masyarakat Jambi tidak mengenal sistem santri mengaji malam saja, anak-anak yang menempuh pendidikan formal SMP dan SMA maka mereka tidak lagi mengaji di balai-balai di waktu malam hari layaknya di Aceh - maka secara otomatis semua santri di Dayah tersebut adalah santri menetap. Rata-rata para santri yang menetap di sini adalah santri usia SMP. 

Dari pantauan kami, terlihat adanya penekanan pada pembacaan Al-Quran yang kuat terhadap para santri setelah selesai shalat selalu membaca Al-Quran. Satu hal lain yang menggembirakan untuk perkembangan dayah ini adalah adanya kepercayaan dari beberapa para ulama di Jambi untuk menitipkan anaknya di Dayah Tgk. Idham Khalid tersebut untuk diajarkan ilmu agama. Dari 23 santri yang telah ada saat ini, beberapa di antaranya adalah anak-anak dari tokoh agama dan bahkan cucu para ulama besar di Jambi. Hal ini tentunya akan mempermudah perkembangan Dayah ini ke depan. 
Saat ini pondok ini juga mengembangkan pertanian dan perikanan yang dipandu oleh salah satu ahli pertanian dari Sumut yang menetap di Dayah tersebut. 

Perjuangan Tgk. Idham Khalid dalam memperjuangkan pondoknya bukan tanpa tantangan, salah satu tantangan beliau adalah adanya kesalahpahaman dari sebagian kalangan masyarakat awam yang mengira beliau adalah Jamaah Tabligh (kebetulan masyarakat di sana tidak menyukai Jamaah Tabligh), karena beliau sering bersurban, berjenggot, dan istri beliau memakai kaus kaki bahkan kadang juga bercadar. 

Dalam pembangunan dayahnya, Tgk. Idham Khalid berusaha meninggalkan sistem gubuk, di mana para santri tinggal di gubuk yang dibuatnya masih-masing yang saat ini masih berkembang dan diminati di pondok-pondok di Jambi. Beliau lebih memilih pesantren dengan sistem penginapan para santri di asrama yang dibangun oleh pondok pesantren sehingga lebih mudah menertipkan ruangan dayah yang menjadikan suasana pondok pesantren lebih asri dan rapi. Karena sarana yang belum memadai, beliau belum menerima santri putri untuk belajar di dayah beliau. 

Menurut Tgk. Idham Khalid, beliau bertekad mempertahankan sistem salafi yang memfokuskan kajian utamanya pada pemahaman kitab kuning (kutub turast). Beliau beralasan, berdasarkan pengalaman dari beberapa pondok yang menggabungkan sekolah formal di dalamnya, para santri tidak bertahan lama, setelah tamat MTS atau MAN langsung berangkat dengan kemampuan memahami kitab kuning yang rendah. 

Keterangan serupa pernah kami dengar dari pihak Kemenag pusat pada saat MQKN di Lombok tahun 2011 yang lalu. Salah seorang pejabat Kemenag Pusat menceritakan bahwa saat ini mereka tidak lagi menyarankan kepada pondok-pondok pesantren salafi untuk memasukkan madrasah dalam pondok mereka, karena setelah adanya madrasah di dalamnya, ternyata menurunkan kualitas pondok pesantren sebanyak 80 persen, demikian penjelasan salah satu anggota Kemenag tersebut. (mudimesra.com)

Syekh Ismail Kembali Kunjungi MUDI Mesra Samalanga

SAMALANGA - Ulama Malaysia, Dr. Syekh Ismail Kassim baru baru ini kembali berkunjung ke Aceh pada hari kamis (11/9/2014) yang lalu. Lawatannya ke Aceh juga bertujuan untuk mempererat hubungan silaturrahmi dengan Ulama, Pemerintah dan Masyarakat Aceh.

Syekh Ismail dan rombongan dari Pertumbuhan Rahmatan Lil Alamin (Perahmat) mengunjungi Markaz Islah Al-Aziziyah Lueng Bata, tempat ditampungnya yatim piatu korban konflik dan tsunami Aceh. Pada hari Sabtu, Rombongan akan bertolak ke Samalanga berkunjung ke Dayah MUDI Mesra dan bersilaturrahmi dengan Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh, Syekh Hasanoel Basri HG atau Abu MUDI. Pada siang harinya, Syekh Ismail akan memimpin zikir Akbar di Mesjid At-Takarrub, Trieng Gadeng bersama Majelis Zikir Mujiburrahman Aceh setelah zuhur.

Pada Minggu pagi, Syekh Ismail akan mengisi kuliah subuh di Banda Aceh dan pertemuan bersama Pemerintah Aceh. Selanjutnya, rombongan akan bertolak ke Aceh Selatan dan Sabang untuk mengisi Zikir Akbar bersama masyarakat di sana sebelum kembali ke Malaysia pada hari jumat (19/9/2014).

Sebelumnya, Syekh Ismail dan Perahmat pernah mengundang Ulama Aceh untuk menghadiri zikir lima Negara yang digelar di Malaysia. Pada waktu itu, Aceh diwakili oleh Abu MUDI dan Tu Bulqaini selaku Ketua dan Sekjend HUDA. Dan juga perwakilan dari wali kota banda aceh Acara itu sendiri dihadiri oleh Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdullah Badawi dan ribuan jamaah.

Tgk Muhammad Balia, selaku ketua panitia penyambutan rombongan Perahmat menyampaikan, “acara ini bertujuan untuk mempererat hubungan antara Ulama Melayu dalam membimbing umat. Dengan acara zikir ini diharapkan masyarakat Aceh akan tergugah hatinya untuk saling mencintai dan menjaga perdamaian ini untuk terus abadi. Sudah seharusnya rasa permusuhan itu dihindari. Insya allah dengan zikir dan bimbingan para Ulama masyarakat Aceh akan bersatu padu membangun Aceh menjadi lebih baik,” imbuhnya. (Mudimesra.com)

Nama Nama Desa di Samalanga

Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Samalanga di Kota/Kabupaten Bireun, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) :

- Kelurahan/Desa Alue Barat (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Ankieng Barat (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Batee Iliek (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Cot Mane (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Cot Meurak Baroh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Cot Meurak Blang (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Cot Siren (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Darussalam (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Gampong Baro (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Gampong Meulum (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Gampong Putoh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Geulumpang/Glumpang Bungkok (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Geulumpang/Glumpang Payong (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Kandang (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Keude Aceh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Lancok (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Lhok Seumira (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Lueng Keubeu (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Matang (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Matang Jareung (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Matang Teungoh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Matang Wakeuh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Mesjid Baro (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meuliek (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meunasah Lancok (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meunasah Lincah (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meunasah Lueng (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meunasah Puuk (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Meurah (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Mideun Geudong (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Mideun Jok (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Namploh Baro (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Namploh Blang Garang (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Namploh Krueng (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Namploh Manyang (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Namploh Papeuen (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Paloh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Pante Rheeng/Rheng (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Pineung Siri Bee (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Pulo Baroh (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Sangso (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Tanjong Baro (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Tanjongan Idem (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Ulee Alue (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Ulee Jeumatan (Kodepos : 24264)
- Kelurahan/Desa Ulee Ue (Kodepos : 24264)

Sejarah Rabbani Wahed Samalanga

Sejarah

Asal-muasal tari Rabbani Wahed sudah ada sejak ratusan tahun sebelumnya. Tarian ini dimainkan di mushola-mushola dan dipertunjukkan ke khalayak ramai pada hari besar Islam, yang dibawakan oleh syekh Muhammad Saman.
Kini tarian hanya dimainkan sebagai warisan budaya, yang dihidupkan kembali oleh Daud Gade pada tahun 1990, setelah hampir hilang tergerus zaman di masa kolonial Belanda dan pasca kemerdekaan Indonesia. Saya mempopelerkan kembali pada tahun 1990 Pada tahun itu, Gubernur Aceh Ibrahim Hasan mengeluarkan sebuah surat edaran menyerukan agar kesenian Aceh yang semakin memudar untuk dilestarikan kembali. Tidak berapa lama kemudian, Dawod Gade langsung merespon surat edaran tersebut. Kala itu ia adalah seorang kepala desa (keuchik) di desa Sangso, Samalanga. Beliau kemudian mengumpulkan beberapa pemuda yang ada di gampongnya. Ditempat itu, ia kemudian mengemukakan ide spontan yang ada dalam pikirannya. Dalam 14 hari, semua gerakan Rabbani Wahid selesai disusun kembali.

Gerakan

Ada dua gerakan utama dari kesenian ini. Formasi duduk berbaris lurus berupa formasi tarian duduk seperti tarian duduk Aceh lainnya. Tahapan kedua adalah formasi berdiri melingkar saling berhadapan sembari melantunkan dzikir kepada Allah sambil disertai hentakan kaki para pelaku tarian.

Bentuk kesenian ini memiliki khas tersendiri. Dibutuhkan stamina kuat dari para pelakonnya. Kekhusyukan para pemain dalam berzikir bisa membuat para pelakonnya tidak sadarkan bahwa lantai yang mereka loncati telah rusak akibat hentakan kaki yang begitu kuat. Hal tersebut terjadi secara alami tidak dibuat-buat dan bukan karena unsur magis.

Penampilan

Pada tahun pertama terbentuknya kembali, Rabbani Wahid langsung berkesempatan tampil di Jakarta. Saat itu, M. Daod sampai harus menjual kebunnya agar semua kru bisa berangkat. Setelah proses penggarapan selesai, satu hari setelah itu datang seorang utusan dari Jakarta dan menyempatkan diri datang ke Samalanga. Pada waktu itu, sang utusan mengatakan inilah yang mereka cari, ia tertarik dengan tarian Rabbani Wahid. Beberapa minggu kemudian, salah seorang staf pengajar dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Nurdin Hasan datang ke Samalanga dan menyampaikan akan membawa Rabbani Wahid ke Jakarta.
Kesempatan itu pun tidak disia-siakan M. Daod dan menilai bahwa tawaran itu adalah sebuah peluang untuk lebih memperkenalkan tarian tersebut hingga ketingkat nasional. Berbagai persiapan pun dilakukan, sampai-sampai para penari berlatih di dalam air diwilayah Ujong Kareueng. Hal itu sengaja dilakukan untuk melatih stamina agar penampilan mereka di Jakarta bisa mencirikan karakteristik orang-orang pesisir.
Tari Rabbani Wahed juga sudah pernah ditampilkan di luar negeri yaitu seperti di Malaysia dan juga pada saat festival musik dan tari internasional diTurki yang berlangsung dari tanggal 25-30 Agustus 2002 yang pada saat itu Seni Rabbani Wahed mewakili Indonesia. Pada festival tersebut, para penari tampil memikat dengan mempermainkan ritme emosi penonton.
Peralihan tabuhan tamborin dan tari dari tempo lambat ke cepat berganti-ganti diiringi oleh ritme tepukan penonton yang ikut dalam tempo seperti memberi roh pada tarian yang disajikan. Gerakan dinamik dari lambat ke cepat kemudian kembali berubah ke lambat berganti-ganti sesuai alunan musik, hampir menyerupai Tari Ratoh Duek mengundang decak kagum bagi penonton Turki yang belum pernah menyaksikan pertunjukan serupa. Ditambah lagi nuansa Islam yang dikumandangkan dalam syair religius yang akrab dengan telinga penonton Turki, semakin menambah indah penampilan tim Indonesia.
Pada Pekan Kebudayaan Aceh ke-6, tarian ini juga ikut ditampilkan. Rabbani Wahed tampil di anjungan Kabupaten Bireuen dan menarik perhatian puluhan ribu pengunjung. Selain ditampilkan di panggung anjungan Kabupaten Bireuen, tarian ini juga tampil di panggung utama ketika acara penutupan PKA VI pada minggu malam, 29 September 2013.

Pelestarian

Untuk mengabadikan tarian sufi Aceh ini, Komunitas Pecinta Film Dokumenter Aceh sudah mendokumentasikannya dalam bentuk film. Ini dilakukan sebagai upaya melestarikan dan mempopulerkan kembali kearifan lokal yang sudah mulai dilupakan oleh generasi muda. Film dokumenter tersebut yang di sutradarai oleh Azhari dan Mirza Putra Samalanga

Bola pakai sarung "Persatuan Geusyik vs Guru" Samalanga

foto: irhami p
Perkumpulan Geusyik di samalanga sore hari tadi melakukan kegiatan yang tidak seperti biasanya, nyakni pertarungan Bola kaki dengan memakai kain sarung melawan Guru guru setempat. pertandingan tadi sore dimenangkan oleh tim geusyik.

Tim publikasi Ilovesamalanga




Semangat Pemuda Samalanga Panjat Pinang

Pemuda samalangat terlihat begitu bersemangat padamsaat panjat pinang, lomba panjat pinang dilakukan dua titik, titik pertama dipusatkan di stadiun bola Samalanga sedangkan titik kedua dipusatkan di halaman rumoh mirah samalanga, jumlah pohon pinang yang sudah disediakan oleh panitia berjumlah enam pohon.

Adapun tim tim yang mengikuti lomba yakni, Muslem dosmir, tim rumoh mirah, desa cot sireen, gampong matang, desa darussalam dan pemuda desa namploh.



Tim publikasi Ilovesamalanga


Hari ini Ilovesamalanga Genap 1 Tahun



Hari ini 15 Agustus, tepatnya 1 tahun yang lalu Ilovesamalanga menyapa warga samalanga melalui dunia maya,

Di umur yang masih belia ini, tidak ada masih belum ada yang begitu luar biasa. Dengan membawa semangat lewat biografi “Teumpat tanyoe sapa rakan ngon syedara (Tempat kita menyapa kawan dan sanak saudara)”, tentunya menjadi bagian untuk tetap bersilaturrahmi menjadi kebahagiaan tersendiri bersama seluruh masyarakat Aceh dimana saja.

Tentu dalam setiap waktu berlalu, ilovesamalanga berusaha untuk tetap melakukan terobosan, tidak hanya mempromosikan Samalanga saja, namun masih banyak trombosan trombosan yang akan dilakukan oleh crew ilovesamalanga nantinya.

Menjadikan akun publik dalam cakupan luas juga bagian dari tanggung jawab bersama menjaga dan saling memberikan dukungan serta saran.

Terimakasih untuk semua contributor Ilovesamalanga, serta para admin yang tetap semangat untuk mengelola akun @ilove_samalanga/www.ilovesamalanga.com, akhir kata kami tutup dengan sebuah narit “mari saban saban ta sambong taloe syedara geutanyoe meulalui ilovesamalanga.com”.

Yang ingin menjadi bagian dari Ilovesamalanga.com, silahkan kirimkan biodata anda ke email ilovesamalanga@gmail.com

Salam,
Pengelola Ilovesamalanga.com





Foto: Mesin Padi Berjalan Samalanga

Ibu-ibu itu tidak perlu repot mengantarkan padi ke tempat penggilingan padi biasa. Lalu menunggu sampai pemilik penggilingan padi menggilingkan padinya. Kalau di tempat penggilingan padi biasa kita kadang bisa menunggu sampai keesokan harinya. Tapi jika menggilingkan padi pada penggiling padi berjalan ini berasnya langsung dibawa pulang hari itu juga. Berarti itu benar-benar sangat membantu dan lebih efisien. Efisien waktu, tenaga dan bayaran penggilingan padi.


Pemuda Kandang Peugleh Meunasah

Pemuda desa kandang sedang membersihkan menasah desa setempat.
Jadilah pemuda yang berguna bagi masyarakat, disuatu hari nanti engkau akan dijadikan panutan terhadap orang banyak.

Nonton Tastafi di Youtube, Warga Banten Antar Anaknya ke MUDI

SAMALANGA - Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga semakin diminati. Hal ini dapat dilihat dari makin banyaknya orang tua yang memilih untuk mengantar putra putrinya menimba ilmu di Dayah MUDI. Saat ini, tercatat lebih dari enam ribu santriwan dan santriwati yang menetap di dayah MUDI baik dari Aceh maupun luar Aceh. 

Santri luar Aceh umumnya berasal dari Sumatera Utara, Jambi dan Malaysia. Bahkan saat ini ada juga seorang santri dari Australia dan dua santriwati asal Norwegia yang sedang belajar di MUDI. Motivasi santri luar Aceh ke MUDI bervariasi, ada yang mengenal MUDI lewat VCD Dalail dan Zikir, Media Online, Pengajian Tastafi dan ada juga karena orang tuanya adalah seorang alumni dari Dayah MUDI sendiri.

Saat ini, Dayah MUDI semakin dikenal seiring dengan kontribusi santri, alumni, LBM dan LPDM yang bekerja ektra keras dalam memperkenalkan MUDI kepada masyarakat. Hadirnya website mudimesra.com juga membuat akses Informasi tentang MUDI semakin meluas.

Pada hari Selasa (11/8/2014) ada seorang wali santri dari Banten mengantar anaknya ke dayah MUDI. Uniknya, orang tua santri ini tertarik dengan MUDI Mesra setelah menonton video Pengajian Tastafi melalui youtube. Menurut informasi dari Tgk. Mustafa, salah seorang staff Lajanah Pengembangan Dakwah MUDI Mesra (LPDM), video pengajian Tastafi di Mesjid Raya Baiturrahman yang diasuh oleh Abu MUDI telah tersebar dalam 55 website lebih.

Wisata Pantai Calok Samalanga Raya

Pantai calok adalah salah satu objek wisata yang terletak dikecamatan Pandarah desa calok salah satu kecamatan yang terdapat didalam wilayah kabupaten Bireuen – Nanggroe Aceh Darussalam dengan jarak ± 36 Km dari pusat kota Bireuen. Dengan panorama alam yang indah dan sejuk, dan hamparan pantai yang luas serta bebatuan dan bukit yang menjorok kedalam laut sehingga menambah keindahan pantai ini secara alami, dan apabila pengunjung ingin berjalan-jalan ke laut, pengunjung dapat menyewa boat para nelayan yang tersedia disisi pantai. Ditengah laut para pengunjung dapat melihat keindahan dari terumbu karang yang terdapat didasar laut dan dijadikan sebagai tempat bersarang ikan-ikan hias yang indah dan rupawan.
Tempat wisata ini sebelum terjadinya konflik dan tsunami ramai dikunjungi oleh para wisatawan local maupun asing, tetapi setelah terjadinya bencana alam pantai ini sudah ditinggalkan oleh para pengunjung baik local maupun asing.
Agar dapat menuju kesana para pengunjung dapat menggunakan kenderaan pribadi karena untuk dapat mencapai kelokasi wisata tersebut angkutan yang tersedia hanya berupa RBT (ojek).

(Tim Ilove Samalanga)


Pantai Peuneulet Baroh Samalanga Raya (Samalanga-Sp.Mamplam)

Pantai Peuneulet Baroh adalah salah satu objek wisata yang terletak samalanga Raya (Samalanga-Mamplam) desa peuneulet baroh dengan jarak ± 38 Km dari pusat kota Bireuen. Dengan panorama alam yang indah dan bersahabat, ditemani oleh ombak-ombak yang saling berkejaran, dan dengan hamparan pantai yang luas membentang membuat mata setiap pengunjung terpesona dengan keindahan alam yang dimiliki oleh tempat wisata ini.
Oleh karena keindahannya yang alami sehingga ramai dikunjungi oleh wisatawan local maupun wisatawan asing. Agar dapat menuju ketempat wisata tersebut para pengunjung bisa menggunakan Bus umum dan mobil pribadi dengan jarak tempuh ± 15 km dari pusat kota samalanga dan simpang mamplam. Adapun angkutan yang tersedia untuk menuju kelokasi wisata yaitu mobil angkut labi-labi (minibus), RBT (ojek).

(Tim Ilove Samalanga)

Objek Wisata Aceh "Batee Iliek Samalanga"

Batee Iliek adalah objek wisata alam yang terletak dikecamatan samalanga yang ada didalam wilayah Kabupaten Bireuen – Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak disebelah barat kota Bireuen yang berjarak ± 45 Km. Panorama alam nya yang begitu alami, air mengalir dari pengunungan, pohon-pohon yang rindang, serta penuh dengan bebatuan besar.
Batee Iliek juga merupakan tempat pemandian bagi wisatawan local maupun wisatawan asing. Agar dapat menuju ke daerah wisata Batee Iliek para pengunjung dapat menggunakan transportasi umum seperti  Bus dan juga bisa menggunakan sepeda Motor. Oleh karena letaknya yang strategis disisi jalan lintasan Banda Aceh – Medan, sehingga lokasi wisata ini selalu dikunjungi oleh pengunjung.
Umumnya para pengunjung ke tempat wisata ini ramai dikunjungi pada hari libur sekolah, kerja yang dijadikan sebagai tempat refresing/rileks untuk menghilangkan capek selama seminggu dalam bekerja.
(Tim Ilove Samalanga)

Samalanga Raya Gelar Buka Puasa Bersama

SAMALANGA- Dalam upaya menjaga kesolidan Pemuda dengan Mahasiswa/I yang Samalanga dan Simpang Mamplam, keluarga besar pemuda, mahasiswa samalanga gelar buka puasa bersama,  acara ini akan direncanakan dilaksanakan sore ini. Jum’at 25/07.

Martunis, Selaku Koordinator acara mengatakan, acara ini di prakarsai oleh pemuda pemuda samalaga yang didalamnya terdapat beberapa unsur, yakni seperti Ikatan Pemuda Pelajar Samalanga – Mamplam (IPPSM) Banda Aceh dan Forum Persaudaraan pemuda Pelajar Samalanga (Ikhwanul Fata), Hingga saat ini peserta yang sudah meng komfirmasi kehadirannya lebih kurang sudah 150 pemuda.

Buka puasa bersama ini rencananya digelar di di Cafee Blang Radi Samalanga. Ratusan Pemuda Samalanga dan Mamplam dijadwalkan akan menghadiri kegiatan ini. kegiatan ini adalah wujud kebersaman Pemuda samalanga dan simpang mamplam dalam usahanya menjadi insan pencipta dan pengabdi di di daerah sendiri, Pemuda Samalanga dan Simpang Mamplam adalah kesatuan kekeluargaan yang tidak mungkin dipisahkan, saya berharap dengan buka puasa bersama ini, silaturahim antar pemuda akan semakin terjalin erat," pada acara nantinya juga tuurut dihadirkan beberapa tokoh kepemudaan yang bersal dari samalanga, seperti Mirza Putra Samalanga, SKM dan Ikram Iskandar,  Ujar Martunis.

Mirza Samalanga SKM, yang didampingi Ikram Iskandar selaku ketua IPPSM mengatakan melalui panitia pelaksana, mengapresiasi kegiatan ini. "Sudah saatnya kita bangkit melalui moment buka bersama, mudah-mudahan momentum ini tidak berlalu begitu saja namun bisa melahirkan ide segar baik untuk daerah kita," ujar Mirza Putra mantan wakil ketua Pimpinan Pusat Barisa Muda Mahasiswa Aceh (BM2A).

TIm Publikasi (Ilovesamalanga)

Abu Mudi Samalanga Resmikan Pengajian Tastafi Malaysia

BANDA ACEH - Pimpinan Pondok Pesantren MUDI Mesra Samalanga, Syekh Hasanoel Basri HG yang akrab disapa Abu MUDI, Selasa (22/4) malam meresmikan pengajian warga Aceh di Malaysia. Majelis pengajian itu dinamai pengajian Tastafi Al-Aziziyah.
Tgk.Muhammad Iqbal Jalil, dalam rilis yang dikirim ke Serambi, Selasa (22/4) menyebutkan pengajian tersebut diadakan di Zawiyah Al-Asyi, tempat perkumpulan warga Aceh di kawasan Kajang, Selangor, Malaysia. Sebelumnya, menurut Tgk Muhammad Iqbal Jalil, pengajian itu telah berlangsung selama dua dan dipimpin oleh Ustaz Husni Harun, alumni Darussalamah Al-Aziziyah yang kini menjadi salah seorang dosen di German Malaysia Institut (GMI).
Selama ini peserta pengajian ini merupakan warga Aceh dan mahasiswa Aceh di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) yang bernaung di bawah Badan Kebajikan Mahasiswa Aceh (Bakadma).
Dewan Pembina pengajian warga Aceh di Malaysia, Dr. Muhammad Sabri, Dosen GMI dalam sambutannya mengatakan, bahwa pengajian kitab jawi adalah warisan endatu yang patut dilestarikan. “Dalam kitab jawi klasik ini terdapat banyak khazanah ilmu, tidak hanya tentang kajian keislaman, tetapi juga di bidang teknologi yang saya tekuni,” katanya yang juga pakar teknik mesin yang telah menyelesaikan program master di Jerman dan program doktor di UKM, Malaysia.
Tausiah Abu MUDI, saat pembukaan pengajian tersebut membahas tentang pentingnya belajar ilmu kepada seorang guru. Ia mengutif Ayat Alquran, “Maka bertanyalah kepada Ahluz zikri (ulama), jika kamu tidak mengetahui.”
Ia juga menjelaskan saat ini pendidikan lewat jalur akademik juga diperlukan untuk menghadapi tantangan global. “Oleh karena itu, saat ini Yayasan Al-Aziziyah telah mengelola pendidikan Islam dari TK hingga Perguruan Tinggi,” ujarnya.
Pengajian warga Aceh di Malaysia disponsori pengusaha Aceh di Malaysia, Tgk Mukhtar Abdullah yang akrab disapa Cek Tar asal Samalanga dan Tgk Musra dari Bireuen. Sementara itu, tempat pengajian ini merupakan waqaf dari Tuan Haji Harahap, pengusaha kaya Malaysia.

Keluarga Raja Samalanga Wakaf Tanah untuk Bireuen

BIREUEN – Keluarga Tun Sri Lanang, Jumat (9/12) mewakafkan 1,5 hektare tanah beserta rumah panggung (bekas istana Tun Sri Lanang) di Kecamatan Samalanga, Bireuen kepada pemkab setempat untuk dijadikan Museum Tun Sri Lanang. Prosesi wakaf itu dilakukan keturunan ke delapan Tun Sri Lanang yaitu Pocut Haslinda bersama beberapa anaknya termasuk Teuku Rafli (mantan suami Tamara Bleszinsky).

Kegiatan itu berlangsung saat keluarga Tun Sri Lanang dan peserta seminar melakukan ziarah ke makam Tun Sri Lanang di Desa Meunasah Lueng, Samalanga. Tanah yang diwakaf itu meliputi 1 hektare di Desa Miduen Jok, Samalanga untuk dibangun perpustakaan Tun Sri Lanang dan sebidang lagi seluas 500 meter yang berada di jalan nasional kawasan Samalanga untuk dibangun Tugu Prasasti Kawasan Wisata Sejarah Melayu Nusantara.

Sementara tim perumus seminar Tun Sri Lanang yang berakhir Kamis (8/12) sore mengharapkan antara lain, situs Tun Sri Lanang di Samalanga sebagai objek wisata dan harus dikembangan dan ditata lebih baik lagi. “Kawasan peninggalan situs Tun Sri Lanang menjadi salah satu tempat wisata sejarah melayu di daerah ini,” kata Akmal S Sos MA, seorang tim perumus seminar itu, kemarin.

Tgk Abdul Aziz Samalanga, Tokoh Pengkaderan Ulama Aceh

Oleh M Adli Abdullah

Jika kita bepergian ke seluruh penjuru tanah Aceh, maka salah satu fenomena yang cukup mengejutkan adalah banyaknya dayah yang memakai kata “Al-Aziziyyah.”  Hari ini jumlah dayah yang memakai nama tersebut sudah mencapai ratusan dan dapat dipastikan santrinya mencapai ribuan orang. Jejaring “Al-Aziziyyah” sudah mencuat, . Karena itu, bagi siapa pun yang memakai Al-Aziziyyah,  dipandang sebagai sebuah keluarga besar masyarakat dayah pada era kontemporer di Aceh.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa usaha kaderisasi dayah yang dilakukan oleh Tgk H Abdul Aziz Samalanga  ini telah berhasil menempatkan beberapa alumninya, tidak hanya sebagai ulama, tetapi juga menjadi birokrat dan teknokrat di Aceh. Tentu saja kita harus mencari siapa sosok dibalik kesuksesan pembinaan pengkaderan  dayah di Aceh yang telah tersebar di seluruh penjuru Aceh. Tidak hanya itu, beberapa alumni yang memakai nama “Al Aziziyyah” tersebut  juga tersebar di beberapa negara.

Usaha tersebut ternyata dilakukan oleh seorang ulama kharismatik Aceh yaitu Tgk. H  Abdul Azis. Dari nama beliaulah kemudian muncul laqab al-Aziziyyah. Tidak banyak masyarakat Aceh yang mengenal ulama dari Samalanga ini.  Pada  9 Jumadil Akhir 1434H/20 April 2013 M,  alumni al-Aziziyyah selalu memperingati haul pendiri dayah ulama kharismatik tersebut. 

Bagi warga sekitar, Tgk Abdul Azis lebih dikenal dengan sebutan Abon Mudi Mesra. Sesuai tradisi masyarakat Aceh, mereka lebih senang memperingati hari kewafatan ulama, ketimbang memperingati hari kelahirannya.

Abon Mudi Mesra telah meninggalkan kita selama 24 tahun.  Sepanjang hayatnya Abon telah menyebarkan ilmu  melalui pendidikan dayah. Adapun nama dayah induknya adalah Dayah Mahadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (Mudimesra), Samalanga. Ulama besar ini lahir di Kandang Samalanga  pada 1930. Dia adalah putra dari pasangan Tgk Muhammad Saleh dan Tgk Halimah. Menurut cerita, sejak kecil Tgk H Abdul Aziz  telah ditempa ilmu agama oleh  orang tuanya yang juga pimpinan dayah Darul ‘Atiq, Janggot Sungko,  Jeunib. 

Hampir seluruh hidup  Abon tidak dapat dilepaskan dari dunia dayah. Hal ini terbukti, misalnya, pada tahun 1946  Tgk Muhammad Saleh menitip Azis kecil pada temannya Tgk H Hanafiah (Tgk Abi) di Dayah Mahadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (Mudimesra) Samalanga. Selanjutnya, pada tahun 1948 pindah ke Dayah Tanjongan di bawah bimbingan Tgk H Idris Tanjongan. Berikutnya, pada tahun 1949 kembali lagi ke Dayah Mudi Mesra Samalanga. Dalam usia yang masih relatif muda,  pada tahun  1951 Azis telah berusia 21 tahun,  melakukan perjalanan intelektual (meudagang) ke dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Teungku Syeikh Muhammad Wali Al Khalidi. 

Menurut sejarah, ketika menuntut ilmu di  Labuhan Haji, Azis memfokuskan diri belajar ilmu mantik, ushul-fiqih, bayan, ma’ani, dan ilmu  lain, langsung di bawah bimbingan Teungku Syeikh Muhammad Wali Al Khalidi. Sehingga Tgk H Abdul Aziz menjadi murid pertama dari Bustanul Muhaqqiqin, sebagai program khusus dari Teungku Syeikh Muhammad Wali Al Khalidi bagi muridnya yang akan menyelesai proses “beut seumeubeut” di dayahnya.  Tgk H Abdul Aziz mendapat  gelar Al Mantiki dari gurunya Teungku Syeikh Muhammad Wali Al Khalidi,  karena  kemampuan daya serap ilmu yang amat tinggi,  khususnya  ilmu-ilmu logika yang dikenal dengan istilah ilmu mantik.

Akhirnya, pada tahun 1958,  Tgk H Abdul Azis pulang ke Samalanga dan menikahi anak gurunya Hj Fatimah binti Hanafiah. Setelah berkeluarga, sebagaimana tradisi dayah sebagai anak muda yang cerdas dan alim,  Abdul Azis  langsung diserahi tugas memimpin dayah. Dalam hal ini,  Tgk H Abdul Aziz  menggantikan  kepemimpinan Dayah Mudi Mesra Samalanga,  karena Tgk  H Hanafiah (Tgk Abi) wafat. Segera setelah memimpin tampuk dayah Tgk H Abdul Aziz. sangat  waswas terhadap kondisi masyarakat Aceh yang terus didera konflik. Bahkan banyak ulama menjadi korban, sejak masa perang dengan Belanda, Jepang, perang kemerdekaan, konflik sosial, sampai dengan pemberontakan DI/TII. Salah satu program Tgk H Abdul Azis  adalah mendidik kader-kader ulama Aceh untuk menghidupkan kembali dayah dayah di Aceh yang telah banyak telantar dan selalu mengingatkan muridnya untuk “beut dan seumeubeut” agar keberadaan dayah sebagai “polisi moral” dalam masyarakat tetap terpelihara.  Tgk H Abdul Aziz kemudian   menuntut muridnya disiplin belajar dan tidak diizinkan nyantri sambil bersekolah, karena akan menggangu proses “beut seumeubeut” di dayah. Tgk H Abdul Aziz. sangat mengharapkan murid muridnya pada saat kembali ke kampung masing masing,  minimal  dapat mendirikan “balee seumeubeut”.  Kini, dia  telah meninggalkan murid-muridnya 24 tahun yang lalu, namun  dayah-dayah salafi tumbuh bagai jamur di Aceh. Itu sebabnya,  tidak mengherankan jika kita sering menemukan kata   “Al-Aziziyyah” di belakang nama dayah yang didirikan oleh  murid muridnya. Menurut laporan database  alumni, lebih dari 217 dayah “Al Aziziyyah” bertebaran di seluruh Aceh dan luar Aceh.

Disamping Tgk H Abdul Aziz berkonsentrasi dalam program pengkaderan ulama Aceh, dia    juga memberikan contoh yang baik bagi murid muridnya untuk  peduli terhadap lingkungan, sehingga ada “kepekaan sosial” dalam hidup bermasyarakat. Makanya Tgk H Abdul Aziz proaktif dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat seperti memprakarsai penggarapan sawah telantar di kawasan Samalanga, dan pembangunan jalan menuju kebun kebun rakyat  Glee Meundong Samalanga.

Pada tahun 1981,  Tgk H Abdul Aziz  juga pernah ditahan bersama Tgk H Dahlan Mns Subung Samalanga, Tgk H syakwab Kp Baru Samalanga,  Tgk H Djalaluddin (adik iparnya),  karena dituduh turut membantu Hasan Tiro dan Gerakan Aceh Mardeka yang yang pada saat itu dikenal dengan GPLHT (Gerakan Pengacau Liar Hasan Tiro). Namun kemudian Tgk H Abdul Aziz dilepaskan setelah dipaksa mendukung  kemenangan Golkar di Aceh.

Cerita ini memperlihatkan bagaimana penguasa menjadikan ulama Aceh sebagai bagian dari alat propaganda pemerintah, baik dalam menyukseskan kemenangan partai politik tertentu maupun menyukseskan  program-program pemerintah yang memerlukan “stempel” dari ulama.

Pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1409 H/17 Januari  1989 M, Tgk H Abdul Aziz  kembali keharibaan-Nya dalam usia 58 tahun, dengan meninggalkan empat orang anak, yaitu  Hj Shalihah, Hj Suwaibah (alm), Syarwani (alm),  H Athaillah, dan Hj Mashithah.  Tgk H Abdul Aziz   berpesan kepada murid muridnya serta masyarakat Aceh untuk tetap menjaga ahlusunnah waljamaah sebagaimana diwariskan oleh ulama ulama Sunni  sejak zaman kerajaan Aceh. Sepeninggal Tgk H Abdul Azis,  kepemimpinan  Dayah Mahadal Ulum Diniyah Islamiyah dipercayakan kepada Tgk Syeikh H Hasanul Basri HG yang sekarang dikenal dengan panggilan “Abu Mudi”

Akan tetapi,  terlalu singkat waktu  bagi kita untuk mengetahui biografi Tgk H Abdul Aziz yang telah meninggalkan kita hampir seperempat abad. Namun,   karyanya  melalui pengkaderan ulama telah menunjukkan hasil yang amat membanggakan. Hari ini, murid dan santri yang pernah belajar langsung pada Tgk H Abdul Aziz juga telah menjadi ulama kharismatik di Aceh. Agaknya tidak berlebihan jika Tgk H Abdul Aziz  ini dianugerahi  gelar sebagai tokoh  pembaharu pengembangan dunia dayah di Aceh. Inilah sebutan yang paling pantas bagi Tgk H Abdul Aziz setelah setengah abad  mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk menerangi umat. 

* Penulis adalah dosen fakultas hukum Unsyiah, dan pembina dayah Najmul Hidayah al Aziziyah Mns Subung Cot Meurak Samalanga. Email: bawarith@gmail.com

MUDI Mesra Samalanga, Mendobrak Tradisi Dayah Aceh

KELUAR dari tradisi yang sudah mengakar di lingkungan dayah di Aceh, tentu bukan perkara mudah. Tetapi, tidak juga susah untuk dilakukan oleh Ma’had Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga.
Di bawah kepemimpinan Tgk. H. Hasanul Basri (Abu Mudi) Dayah ini melakukan banyak terobosan dan perubahan signifikan menyambut tantangan era globalisasi. Salah satu yang mengejutkan, pada tahun 2001 didirikan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-’Aziziyah (STAIA). Kebijakan Abu Mudi tersebut, sempat mengundang kontroversial besar di antara alumni MUDI dan dayah-dayah lain di Aceh.
Namun, dalam perjalanannya, Dayah ini tetap mempertahankan tradisi dayah sekaligus menerapkan manajemen modern secara institutional. Kehadiran STAIA ketika itu, tentu sebuah kejutan yang mendobrak tradisi pendidikan dayah di Aceh yang berkurikulum kitab kuning dan tidak menganggap penting gelar kesarjanaan umum.
 Sejarah
Dayah MUDI Mesra berada di Desa Mideuen Jok, Kemukiman Mesjid Raya Samalanga, Bireuen, merupakan salah satu dayah salafiyah tertua di Aceh maupun Asia Tenggara.
Dayah ini sudah berdiri sejak masa Sultan Iskandar Muda. Namun, baru sekitar tahun 1927 dayah tersebut berkembang saat dipimpin oleh Al-Mukarram Tgk H Syihabuddin Bin Idris.
Saat dipimpin Tgk H Syihabuddin bin Idris, jumlah santri di Dayah tersebut sebanyak 100 orang putra dan 50 orang putri. Mereka diasuh oleh 5 orang tenaga pengajar lelaki dan dua guru putri. Saat itu, asrama tempat menginap santri hanyalah barak-barak darurat yang dibuat dari bambu dan rumbia. Setelah Tgk H Syihabuddin Bin Idris wafat tahun 1935, dayah MUDI Mesjid Raya dipimpin oleh adik iparnya, Al-Mukarram Tgk H Hanafiah bin Abbas atau lebih dikenal dangan gelar Tgk Abi. Jumlah santri saat itu, mulai meningkat menjadi 150 orang santri putra dan 50 orang putri.
Pada masa kepemimpinan Tgk Abi, pimpinan dayah pernah diwakilkan kepada Tgk M Shaleh selama dua tahun ketika Tgk Abi berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama.
Setelah almarhum Tgk H Hanafiah wafat (1964) dayah tersebut dipimpin oleh salah seorang menantunya, yaitu Tgk H Abdul Aziz Bin Tgk M Shaleh. Almukarram yang dipanggil dengan Abon yang bergelar Al-Mantiqiy ini adalah murid dari Abuya Muda Wali pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqien Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Semenjak kepemimpinan Tgk H Abdul Aziz, Dayah MUDI mengalami kemajuan. Santri yang mondok tidak hanya datang dari Aceh melainkan dari wilayah lain di Sumatera. Barak-barak santri mulai dibangun permanen.
Setelah Tgk H Abdul ‘Aziz Bin M Shaleh wafat tahun 1989, pergantian kepemimpinan dayah ini dilakukan dengan cara musyawarah alumni dan masyarakat. Melalui berbagai pertimbangan, alumni mempercayakan dayah kepada salah seorang menantu Tgk H Abdul Aziz yaitu Tgk H Hasanoel Bashry Bin H Gadeng yang kini akrab disapa Abu MUDI. Ia adalah santri lulusan dayah tersebut yang sudah berpengalaman mengelola kepemimpinan dayah semasa Abon Aziz sakit.
Sejak 1989, dayah tersebut dipimpin Abu MUDI dan mengalami kemajuan cukup pesat. Saat ini, tercatat ada 6.500 santri yang belajar di Dayah ini. Para santri tidak hanya dari Aceh, melainkan datang dari Pulau Jawa, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, dan Australia. 

27 Ramadhan Bukber Aneuk Samalanga - Mamplam

Buka puasa aneuk samalanga rencana akan di adakan pada ramadhan ke 27 tepatnya tanggal 25 Juli 2014 yang bertepat di Cafee Blang Raya.

yang ingin bergabung bisa menghubungi no contak person: 0852 7611 7323 (Martunis), 0852 0628 4444 (Ikram), 0853 7244 8383 (Bayu Rakanda, S.Pd.I), 0852 6071 7323 (Mirza Putra, SKM), 0852 7779 9760 (Taufiqurrahman).

Publikasi: Tim Ilove Samalanga

Rujak Batee Iliek Samalanga Masuk Kuliner Khas Aceh

Melakukan wisata di Aceh pastinya tidak akan lengkap tanpa menikmati kuliner khas Aceh. Beragam makanan nikmat dan unik yang menjadi khas daerah Aceh. Di bawah ini ada 10 makanan tradisional Aceh yang wajib Anda coba.
1.    Manisan pala
Kuliner Khas Aceh, Makanan Tradisional Aceh
Manisan pala merupakan jenis camilan yang berbahan manisan buah-buahan. Pembuatan manisan pala sangat mudah. Kabupaten Aceh Selatan merupakan tempat penghasil pala terbesar di Aceh. Kuliner khas Aceh ini dapat diolah jadi manisan dan sirup, juga dapat diolah menjadi minyak pala yang dapat mengatasi luka. Kini, jenis kue dan kembang gula sudah diolah.
2.    Sanger
Kuliner Khas Aceh, Makanan Tradisional Aceh
Sanger merupakan sejenis minuman yang hanya terdapat di Aceh. Sanger atau dinamakan kopi sanger ini mirip dengan capucino. Namun dari rasanya, kopi sanger ini mempunyai rasa yang sangat khas dan beda dari rasa kopi lainnya.
3.    Lepat
Kuliner Khas Aceh, Makanan Tradisional Aceh
Lepat merupakan makanan tradisional Aceh yang berbahan tepung ketan dengan isi gula merah sampai kalis, lalu di bungkus dengan memakai daun pisang, untuk bagian tengahnya akan ada kelapa parut yang sudah di gongseng dengan gula. Biasanya dihidangkan pada perayaan tertentu.
4.    Rujak Aceh Samalanga
Kuliner Khas Aceh, Makanan Tradisional Aceh
Rujak Aceh Samalanga dinamakan karena rujak Aceh yang satu ini hanya ada di Samalanga yang menjadi salah satu nama kecamatan di kabupaten Bireuen. Dengan rasa unik, bahannya dari buah mangga, pepaya, kedondong, bengkuang, jambu air, nenas, dan timun. Bumbu yang digunakan garam, cabe rawet, asam jawa, gula merah, kacang tanah dan pisang batu dan rumbia.
5.    Keumamah
Kuliner Khas Aceh, Makanan Tradisional Aceh
Keumamah atau dinamakan Ikan kayu adalah makanan tradisional Aceh yang paling banyak disukai oleh masyarakat Aceh. Selain dengan rasa yang lezat dan unik, ikan ini berbahan dari ikan tuna yang sudah direbus, lalu dikeringkan dan diiris-iris kecil.
Biasa diolah dengan santan kelapa, kentang, cabai hijau dan lainnya. Ikan kayu ini dapat menjadi oleh-oleh. Dulu, selama perang Aceh dengan Belanda di hutan, jenis makanan ini selalu menjadi makanan yang dibawa dan diolah. Nama lain kuliner khas Aceh ini yakni katshiobushi.


Foto: Masjid Samalanga, Aceh Tahun 1880-1910

Masjid-masjid yang dikenal sebagai maskot umat Islam di masing-masing kotanya.

Follow Twitter Kami: @Ilove_samalanga
Kirim foto aktivitas masyarakat di gampng anda ke email kami: ilovesamalanga@gmail.com

like

Popular Posts

Label